Sekitar 322 juta pria di dunia diperkirakan pada tahun 2025 bakal mengalami disfungsi ereksi atau DE. Jumlah itu meningkat 170 juta pria dibandingkan tahun 1995 yang berjumlah 152 juta pria.
Hasil penelitian AP Show Global Survey menunjukkan, 13 hingga 28 persen disfungsi ereksi itu mengancam pria berusia 40-80 tahun. Sedangkan di Asia lebih dari 20 persen pria usia 40-80 tahun mengeluh sakit, sedikitnya sekali dalam setahun terakhir mengalami DE.
Penelitian lembaga itu juga menyebutkan, problema DE yang dialami pria terjadi karena penyakit, yakni mencapai 80-90 persen. Sejumlah penyakit dan faktor lain yang menjadi penyebab DE, antara lain kolesterol, diabetes, dan kebiasaan merokok.
“Selain itu gizi yang kurang baik dan penurunan hormon karena faktor usia juga berpengaruh, dan selebihnya sekitar 10 persen diakibatkan misscommunication dengan pasangan,” ungkap Prof Wimpie Pangkahila, ketua Perkumpulan Seksologi Indonesia, pada diskusi bertajuk Maximizing You: 10 Years MagniVicent Satisfaction di Jakarta, kemarin.
Wimpie menjelaskan, sebaiknya pria yang mengalami DE sejak dini harus memeriksakan diri ke dokter, bukan mencari alternatif pengobatan lain yang dianggap ampuh, misalnya minum obat kuat.
Jika mendatangi dokter, si pasien akan didiagnosa, apakah DE yang dialami akibat masalah fisik atau psikis sehingga bisa cepat dicegah agar tidak menimbulkan masalah yang lebih fatal di kemudian hari.
Dunia kedokteran sudah lama menerapkan metode pengukuran DE dengan alat tes erection hardness score (EHS) yang bisa dilakukan secara mandiri. Penelitian AP Show menunjukkan, pria dengan kekerasan ereksi optimal lebih sering berhubungan seksual dan lebih merasa puas serta memiliki pola pikir positif atas kehidupan dibandingkan dengan pria yang hanya mengalami EHS tingkatan rendah, yakni skala 1, 2 atau 3.
Bagi penyandang DE, disarankan pula pengobatan secara intensif dapat membantu keluhan DE sehingga dapat mewujudkan tingkat ereksi maksimal agar memberi kepuasan dalam hubungan seksual dengan pasangannya. Selanjutnya mampu mencapai tingkat ereksi dengan kekerasan dan ketegangan maksimal sempurna (EHS tingkat 4).
Selain itu, juga mengonsumsi PDE5 inhibator, sejenis obat khusus untuk mengatasi problema DE. Obat khusus itu bekerja aktif menghambat enzim PDE5 yang menghasilkan peningkatan clinic guanosine monophosphate (cGMP) dan relaksasi otot polos di penis.
Pengobatan DE demikian di wilayah Asia, terbukti mampu meningkatkan seluruh aspek performa hubungan seksual yang hasilnya menunjukkan tingkat kepuasan dalam hubungan seksual 80 persen pada pria dan 77 persen pada perempuan.
Hasil penelitian AP Show Global Survey menunjukkan, 13 hingga 28 persen disfungsi ereksi itu mengancam pria berusia 40-80 tahun. Sedangkan di Asia lebih dari 20 persen pria usia 40-80 tahun mengeluh sakit, sedikitnya sekali dalam setahun terakhir mengalami DE.
Penelitian lembaga itu juga menyebutkan, problema DE yang dialami pria terjadi karena penyakit, yakni mencapai 80-90 persen. Sejumlah penyakit dan faktor lain yang menjadi penyebab DE, antara lain kolesterol, diabetes, dan kebiasaan merokok.
“Selain itu gizi yang kurang baik dan penurunan hormon karena faktor usia juga berpengaruh, dan selebihnya sekitar 10 persen diakibatkan misscommunication dengan pasangan,” ungkap Prof Wimpie Pangkahila, ketua Perkumpulan Seksologi Indonesia, pada diskusi bertajuk Maximizing You: 10 Years MagniVicent Satisfaction di Jakarta, kemarin.
Wimpie menjelaskan, sebaiknya pria yang mengalami DE sejak dini harus memeriksakan diri ke dokter, bukan mencari alternatif pengobatan lain yang dianggap ampuh, misalnya minum obat kuat.
Jika mendatangi dokter, si pasien akan didiagnosa, apakah DE yang dialami akibat masalah fisik atau psikis sehingga bisa cepat dicegah agar tidak menimbulkan masalah yang lebih fatal di kemudian hari.
Dunia kedokteran sudah lama menerapkan metode pengukuran DE dengan alat tes erection hardness score (EHS) yang bisa dilakukan secara mandiri. Penelitian AP Show menunjukkan, pria dengan kekerasan ereksi optimal lebih sering berhubungan seksual dan lebih merasa puas serta memiliki pola pikir positif atas kehidupan dibandingkan dengan pria yang hanya mengalami EHS tingkatan rendah, yakni skala 1, 2 atau 3.
Bagi penyandang DE, disarankan pula pengobatan secara intensif dapat membantu keluhan DE sehingga dapat mewujudkan tingkat ereksi maksimal agar memberi kepuasan dalam hubungan seksual dengan pasangannya. Selanjutnya mampu mencapai tingkat ereksi dengan kekerasan dan ketegangan maksimal sempurna (EHS tingkat 4).
Selain itu, juga mengonsumsi PDE5 inhibator, sejenis obat khusus untuk mengatasi problema DE. Obat khusus itu bekerja aktif menghambat enzim PDE5 yang menghasilkan peningkatan clinic guanosine monophosphate (cGMP) dan relaksasi otot polos di penis.
Pengobatan DE demikian di wilayah Asia, terbukti mampu meningkatkan seluruh aspek performa hubungan seksual yang hasilnya menunjukkan tingkat kepuasan dalam hubungan seksual 80 persen pada pria dan 77 persen pada perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar