“USA 1776. INDONESIA 1945”, begitu bunyi pamflet pendemo anti-Belanda di San Francisco tanggal 15 Februari 1946 yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Ada memang bersamaan antara Republik Indonesia (RI) dan Amerika Serikat (AS).
Bila diperhatikan, sistem pemerintahan RI yang dibuat pendiri negeri ini, banyak mengambil contoh dari AS. Bahkan, pernah pemerintah kita mengeluarkan seri perangko akhir tahun 1940-an yang menggambarkan “the founding fathers” Amerika bersanding dengan pendiri negeri ini. Soekarno disamakan George Washington sebagai bapak bangsa pada prangko bernilai Rp. 1. Lalu ada Hatta yang disejajarkan dengan Abraham Lincoln sebagai pendekar demokrasi dalam prangko bernilai 40 sen. Kemudian Sjahrir sebagai duplikat Thomas Jefferson, Agus Salim setara dengan Benjamin Franklin dan A.A. Maramis disamakan dengan Alexander Hamilton sebagai ahli ideologi bangsa dalam disain perangko..
Perkenalan pertama AS dengan Indonesia, dimulai ketika sepucuk kawat ucapan selamat dilayangkan Presiden AS Harry Truman kepada Presiden Soekarno, yang mengucapkan selamat atas “kemerdekaan Indonesia” tanggal 27 Desember 1949. AS memang hanya mengakui kemerdekaan RI tanggal itu, meski akhirnya mereka dan seluruh dunia barat melupakan hari itu sebagai hari lahir RI.
Sejak pengakuan itu, mulailah saling kunjung antara dua pemimpin dari RI dan AS, dipicu dengan perjanjian keamanan antara RI-AS yang dibuat Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjo tahun 1952. Kunjungan seorang kepala negara merupakan pekerjaan penting yang tujuannya memperjuangkan kepentingannya. Sekaligus simbol penting hubungan dua negara. Intensitas dan frekuensi kunjungan itu yang bisa menyimpulkan, “siapa yang perlu siapa”.
Soekarno ditakuti
Dasawarsa 1950-an, memang akan dikenang sebagai rentang waktu RI dan AS berhubungan mesra. RI mulai dikenal oleh rakyat sana dengan rasa penuh misteri dan penuh keinginantahuan. Majalah LIFE dan TIME mulai memajang wajah Indonesia dan Soekarno sebagai laporan utama. Misi sosial kebudayaan AS berdatangan ke Jakarta. Helen Keller dijamu oleh Presiden Soekarno di istana. Lalu datang Eleanor Roosevelt, janda Presiden AS termashur Franklin Roosevelt menemui Soekarno di Jakarta. Klub basket ternama Amerika pun, Harlem Globetrotter bermain di stadion Ikada (sekarang lapang Monas) tahun 1956.
Baru tahun 1954, untuk pertama kalinya, pejabat tertinggi AS datang ke Jakarta. Presiden Eisenhower mengutus Wakil Presiden Richard Nixon menemui Soekarno (15 tahun kemudian Nixon juga menjadi Presiden AS pertama ke Indonesia) dan disambut hangat. Bahkan Nixon diajak jalan-jalan dari Bogor ke Cipanas naik mobil. Pernah di sebuah warung di Puncak, Soekarno mengajak Nixon mampir dan istirahat. Lalu disusul kedatangan Menlu AS John Dulles ke Jakarta tahun 1955 untuk melengkapi sikap yang memandang RI penting bagi AS.
Soekarno membalasnya dua tahun kemudian. Selanjutnya malah lebih sering Soekarno ke AS dibanding presiden AS yang ke sini. Namun kualitas freksuensi kedatangan Soekarno ke Washington sulit untuk dinilai sebagai sikap “mengemis” kepada AS. Bahkan sebaliknya, waktu Soekarno datang ke Gedung Putih kedua kalinya, tanggal 6 Oktober 1960, hampir terjadi insiden diplomatik yang memalukan di Oval Office (kantor presiden AS). Pasalnya, Soekarno disuruh menunggu hampir sejam sebelum Presiden Eisenhower menemuinya. Selama menunggu, Soekarno mengancam akan pergi! Sebenarnya Soekarno ke Gedung Putih diundang Eisenhower. Tujuan utamanya berpidato di PBB, yang dilakukannya dengan cemerlang pada seminggu sebelumnya, 30 September 1960, yang sampai kini kenang sebagai pidato paling memukau di PBB: “Membangun Dunia Kembali”.
Waktu datang ketiga kalinya ke Gedung Putih bulan April 1961, Soekarno menemui Presiden Kennedy hanya 3 bulan setelah setelah dia dilantik sebagai presiden termuda AS, untuk minta dukungannya dalam merebut Irian Barat. Dalam pertemuan itu Soekarno begitu leluasa dan seakan lebih pede dibanding Kennedy. Dia berani mengundang Jacky, istri Kennedy agar datang ke Indonesia seorang diri, sehingga agak menyinggung perasaan Kennedy.
Lima bulan berselang Soekarno datang lagi. Namun kali ini bersama Presiden Mali (sebuah negara di Aftika) langsung dari Beograd, Yugoslavia, sebagai utusan Gerakan Non Blok seusai menghadiri KTT gerakan tersebut yang pertama, sambil mengajak anak-anaknya Guntur dan Mega.
Pada era Soekarno, sikap AS agak takut atau “tidak mau macam-macam” dengan Indonesia. Belum ada seorang kepala negara asing yang ingin digulingkan AS (dan gagal), berani datang ke AS menemui orang ingin mendongkelnya (Presiden Eisenhower) tanpa ada rasa dendam dan friksi pribadi.
Begitu segannya AS, Presiden Kennedy mengutus adiknya bulan Februari 1962, Jaksa Agung Bob Kennedy menemui Soekarno di Jakarta sebagai penengah konflik Indonesia dengan Belanda soal Irian Barat, agar Soekarno tidak terlalu agresif.
Soeharto disegani
Seiring tersingkirnya Soekarno secara perlahan dari tahta kepresidenan, malah Soeharto sebagai penggantinya lebih mendekat dalam pelukan AS. Hingga kini, Soeharto merupakan pemimpin Indonesia yang paling banyak datang ke AS. Enam kali dia menjadi tamu di Ruang Oval, dengan tuan rumah yang berganti-ganti. Dari Presiden Nixon (Mei 1970), Reagan (Oktober 1982), Bush tua (Juni 1989), Clinton (Oktober 1995). Tapi dengan Presiden Ford, Soeharto bertemu di Camp David (Juli 1975) serta menjadi tamu Clinton di Seattle saat KTT APEC pertama tahun 1993. Belum terhitung pertemuan kedua pemimpin di negara ketiga, seperti dalam sebuah KTT.
Dari intensitasnya, RI terlihat seperti lebih merendah kepada AS. Bagaikan seorang bawahan “sowan” ke atasan atau orang pinggiran melapor ke pusat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Namun diamati dalam konteks hubungan RI-AS saat itu, kesan tersebut tidak terlalu kuat untuk dijadikan kesimpulan. Sebaliknya, AS yang merasa lebh berkepentingan dengan RI. Indikatornya, tingginya freksuensi kunjungan presiden AS ke Indonesia.
Bayangkan, ketika beberapa bulan Soeharto menjadi presiden bulan November 1967, Wakil Presiden AS Hubert Hunphrey “pagi-pagi” sudah datang menemui Soeharto sebagai utusan Presiden Lyndon Johnson yang tak menyukai Soekarno. Di tahun yang sama, mantan Wapres AS Richard Nixon yang berpengaruh datang ke Indonesia sebagai warga negara biasa, menjumpai Soeharto secara pribadi (dua tahun berselang Nixon terpilih sebagai presiden dan datang kembali menjumpai Soeharto).
Selama Soeharto berkuasa, hampir semua presiden dan wakil presiden AS menginjakkan kakinya di Indonesia. Kalau ada yang tidak sempat datang, pasti mengirimkan wakilnya. Disamping itu, Soeharto juga didatangi lusinan senator Amerika yang sangat berpengaruh atau tokoh terpandang Amerika. Tujuannya beragam, ada yang menyampaikan sebuah pandangan politik atau hanya sekedar mengantarkan surat dari presiden AS. Biasa keluar pernyataan pujian untuk Soeharto sebagai bonus, meski mereka tahu Soeharto represif.
Presiden AS yang pertama datang ke Jakarta adalah Richard Nixon pada Juli 1969. Ketika itu Barack Obama, calon presiden AS 2008 sedang tinggal dan sekolah di Jakarta. Lalu menyusul Wakil Presiden Spiro Agnew (wakilnya Nixon) menjumpai Soeharto (Februari 1973). Datang pula Gubernur California Ronald Reagan (Desember 1973), yang mengantarkan surat Presiden Nixon untuk Soeharto. Presiden Gerald Ford juga bertamu ke Indonesia pada Desember 1975, hanya untuk memberi lampu hijau bagi penggabungkan Timor Timur ke wilayah RI.
Hanya pada Presiden Jimmy Carter, Soeharto agak kurang mesra dengan AS. Bahkan Carter satu-satunya presiden AS yang tak pernah ditemui Soeharto. Datang pun ke Gedung Putih, Soeharto enggan. Sikap keras Carter tentang HAM agak membuat kurang nyaman Indonesia, yang sedang sibuk menumpas fretilin di Timor Timur. Dengan terpaksa Soeharto harus membebaskan ratusan tahanan politik di Pulau Buru tahun 1977, atas desakan Presiden Carter. Meski kedua presiden tidak akrab, toh Carter sempat mengirim Wakil Presiden Walter Mondale ke Jakarta bulan Mei 1978. (20 tahun kemudian Mondale datang kembali menemui Soeharto beberapa hari sebelum mndur, sebagai utusan pribadi Presiden Clinton).
Barulah pada masa Presiden Ronald Reagan, Soeharto mendapatkan teman yang cocok di Gedung Putih. Reagan yang menganggap Soeharto sebagai “a senior statesman of Asia”, datang ke Bali bulan April 1986 selama 4 hari. Ini mungkin kunjungan terlama presiden AS ke Indonesia. Dua tahun sebelumnya, Wakil Presiden George Bush tua menjumpai Soeharto bulan Mei 1984 untuk menanyakan ofensif militer Indonesia di Timtim yang menelan banyak korban dan penembakan misterius terhadap penjahat.
Setelah menjadi presiden, Bush tua tidak sempat datang ke Indonesia. Hanya saja, wakilnya yang diejek tak bisa mengeja, Wakil Presiden Dan Quayle datang dua kali bertemu Soeharto (1989 dan 1990). Sikap sopan dan segan presiden AS terhadap Soeharto sangat nyata sekali. Ketika Soeharto ke New York bulan September 1992, Presiden Bush meneleponnya untuk minta maaf karena tidak dapat menemuinya (dia sibuk agar bisa dipilih lagi pada pemilu 1992).
Presiden Bill Clinton merupakan presiden AS terakhir yang ditemui Soeharto. Clinton datang ke Jakarta bulan November 1994 menjadi tamu Soeharto dan sempat mampir belanja barang antik ke Jalan Surabaya, datang ke Mesjid Istiqlal dan jogging pagi di Senayan. Clinton sangat sungkan dengan Soeharto, yang usianya bertaut 25 tahun. Mereka lima kali bertemu dalam kurun 1993-1997. Karena sering bertemu, Wakil Presiden Al Gore tak pernah datang ke Indonesia, apalagi bertemu dengan Soeharto.
Kurang dihargai
Mundurnya Soeharto dari kursi presiden, membawa perubahan dalam hubungan Jakarta-Washington. Personifikasi presiden RI tak dihargai setinggi seperti pada Soekarno dan Soeharto. Presiden Habibie berusaha menemui Presiden Clinton bulan Agustus 1998, tapi gagal atau mungkin enggan. Bahkan sampai turun tahta pun, Habibie tak pernah menjumpai seorang presiden Amerika pun. Untuk datang ke Indonesia, Clinton tak punya waktu bertemu Habibie di Jakarta, karena sibuk akan di-impeach (diturunkan) oleh Kongres. Padahal kesempatan bertemu terbuka pada saat KTT APEC 1998 di Kuala Lumpur. Clinton tak datang meski Habibie hadir.
Semasa Presiden Abdurrahman Wahid pun tak ada presiden AS yang datang ke Jakarta. Sebaliknya, Gus Dur datang dua kali ke Gedung Putih (November 1999 dan Juni 2000). Baru pada saat Megawati Sukarnoputri jadi presiden, Presiden George Bush datang ke Bali (Oktober 2003). Sebelumnya Mega dua kali menjadi tamu Bush muda (September 2001 dan 2003) dan bertemu beberapa kali dalam rangakaian KTT APEC,
Begitu pentingnya RI bagi AS, Bush muda datang kedua kali ke Indonesia. Kali ini menjadi tamu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Novemver 2006). Jadilah Bush muda sebagai satu-satunya presiden AS yang dua kali ke Indonesia. Sebaliknya SBY dua kali juga menjadi tamu Bush muda di Gedung Putih (Mei dan September 2005).
Tuan - majikan
Lalu dari sekian banyak saling kunjung, terlihat bahwa presiden RI seperti majikannya presiden AS. Begitu penting dan tergantungnya dengan nilai strategis, geografis dan politis Indonesia, presiden AS rela datang ke Indonesia sebagai “acara wajib”. Sebaliknya, AS sangat penting bagi RI dan penuh ketergantungan, tapi tak seserius presiden AS untuk datang ke Indonesia. Bandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand atau negara ASEAN lainnya (kecuali Filipina yang punya kaitan historis dengan AS), Indonesia merupakan negara yang paling sering didatangi presiden AS.
Dalam dunia diplomatic pun, seorang presiden AS tak berani mengeluarkan retorika yang kasar dan menyindir presiden RI. Padahal Soekarno berani menyatakan “tidak” kepada Washington untuk hal yang dia tak sukai.
Sampai kini presiden AS berani mencap Presiden Irak Saddam Hussein sebagai monster, Presiden Idi Amin dari Uganda sebagai orang yang menjijikan, Presiden Korea Utara Kim Jong-il sebagai sekutu setan (Clinton pernah mengancam akan menghancurkan Korea Utara), Gaddafi dijuluki sebagai orang paling berbahaya sejagat atau Fidel Castro yang dicap oleh Presiden AS Gerald Ford sebagai “an international outlaw” (bajingan internasional). Tapi pernah tak ada kata-kata kasar untuk pemimpin RI. Ketika Soeharto mulai tak disukai rakyatnya, Clinton memberi komentar yang tak menyakitkan.
Siapapun yang menang dalam pemilu AS 2008, entah Presiden McCain atau Presiden Obama, mereka pasti akan ke Jakarta, menemui majikannya: presiden RI.
www.unikzone.com