Ahli penyakit ginjal, dr Bambang Djarwoto, SpPD, KGH, mengatakan berbagai produk suplemen yang beredar di masyarakat disinyalir mengandung satu atau lebih bahan di dalamnya. Di samping vitamin, satu produk suplemen mengandung pula mineral, bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, dan bahan yang digunakan untuk meningkatkan kecukupan gizi (AKG, konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, dan beberapa bahan kombinasi). Sementara dalam minuman energi, di samping mengandung multivitamin, di dalamnya terdapat pula kandungan kafein, taurin, mineral, dan glukosa.
Hal tersebut dikatakannya dalam Seminar Nasional Food Supplement bertema “Penggunaan Food Supplement yang Rasional”, Sabtu (14/11), di Grha Sabha Pramana. Dalam seminar yang digelar oleh GMC Health Center ini, Bambang Djarwoto mengatakan Balai POM sebagai badan pengawas obat dan makanan tidak menggolongkan berbagai produk suplemen sebagai obat. Oleh karena itu, terkait dengan aspek perizinan untuk produksi dan pengontrolan peredarannya tidak seketat obat. “Diperlukan sikap kehati-hatian dalam mengkonsumsinya secara bebas sebab dalam minuman suplemen energi terdapat beberapa kandungan utama,” jelasnya.
Kandungan taurin saja, menurut Bambang, hingga kini masih diragukan keamanannya, apalagi jika dikonsumsi setiap hari. “Uji coba pada binatang, dengan memberikan minuman yang mengandung dosis taurin 462 mg/kgbb per hari pada babi dapat menimbulkan infiltrasi lemak pada hepar,” tuturnya.
Dikatakan Bambang, terdapat keterkaitan kebiasaan minum suplemen energi dan kejadian CKD yang menjalani cuci darah. Ia bersifat dose-dependence, yakni semakin banyak dikonsumsi, risiko untuk mengalami gagal ginjal kronik terminal juga semakin tinggi.
Oleh karena itu, terhadap kebiasaan mengonsumsi berbagai produk suplemen, Bambang menyarankan untuk mempertimbangkan segala aspek terkait, jangan hanya merasa gengsi, terbawa tren atau memenuhi faktor sugesti. Masyarakat perlu melihat kondisi tubuh dan manfaat yang diinginkan serta melihat daya beli. “Pilih yang kemasannya dari Depkes, tanggal kadaluwarsa. Pastikan juga nama dan alamat produsen, perusahaan pengemasan, distributor atau produk importir,” saran Bambang.
Lebih detail, Bambang berpesan untuk mencermati komposisi dan daftar bahan-bahan yang terkandung (ingredients). Pastikan produk tersebut tertulis dalam bahasa Inggris atau Indonesia sehingga dapat terbaca dengan jelas. “Perhatikan benar di mana produk tersebut dibuat karena pencantuman tersebut dapat menyatakan bahwa lebih dari 50% bahan dan seluruh proses dilaksanakan di negara yang tertera,” ujar Bambang melanjutkan sarannya.
Selain Bambang Djarwoto, seminar dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-60 UGM yang mendapat dukungan Fakultas Farmasi UGM dan BEM KM Fakultas Farmasi UGM ini menghadirkan pula pembicara spesialis andrologi, dr Dicky Moch Rizal, SpAnd, AIFM, MKes, ahli farmakoterapi, ProfDjoko Wahyono, S.U., Apt., dan spesialis penyakit dalam, Dr. dr. Wara Kushartanti, M.S.
Hal tersebut dikatakannya dalam Seminar Nasional Food Supplement bertema “Penggunaan Food Supplement yang Rasional”, Sabtu (14/11), di Grha Sabha Pramana. Dalam seminar yang digelar oleh GMC Health Center ini, Bambang Djarwoto mengatakan Balai POM sebagai badan pengawas obat dan makanan tidak menggolongkan berbagai produk suplemen sebagai obat. Oleh karena itu, terkait dengan aspek perizinan untuk produksi dan pengontrolan peredarannya tidak seketat obat. “Diperlukan sikap kehati-hatian dalam mengkonsumsinya secara bebas sebab dalam minuman suplemen energi terdapat beberapa kandungan utama,” jelasnya.
Kandungan taurin saja, menurut Bambang, hingga kini masih diragukan keamanannya, apalagi jika dikonsumsi setiap hari. “Uji coba pada binatang, dengan memberikan minuman yang mengandung dosis taurin 462 mg/kgbb per hari pada babi dapat menimbulkan infiltrasi lemak pada hepar,” tuturnya.
Dikatakan Bambang, terdapat keterkaitan kebiasaan minum suplemen energi dan kejadian CKD yang menjalani cuci darah. Ia bersifat dose-dependence, yakni semakin banyak dikonsumsi, risiko untuk mengalami gagal ginjal kronik terminal juga semakin tinggi.
Oleh karena itu, terhadap kebiasaan mengonsumsi berbagai produk suplemen, Bambang menyarankan untuk mempertimbangkan segala aspek terkait, jangan hanya merasa gengsi, terbawa tren atau memenuhi faktor sugesti. Masyarakat perlu melihat kondisi tubuh dan manfaat yang diinginkan serta melihat daya beli. “Pilih yang kemasannya dari Depkes, tanggal kadaluwarsa. Pastikan juga nama dan alamat produsen, perusahaan pengemasan, distributor atau produk importir,” saran Bambang.
Lebih detail, Bambang berpesan untuk mencermati komposisi dan daftar bahan-bahan yang terkandung (ingredients). Pastikan produk tersebut tertulis dalam bahasa Inggris atau Indonesia sehingga dapat terbaca dengan jelas. “Perhatikan benar di mana produk tersebut dibuat karena pencantuman tersebut dapat menyatakan bahwa lebih dari 50% bahan dan seluruh proses dilaksanakan di negara yang tertera,” ujar Bambang melanjutkan sarannya.
Selain Bambang Djarwoto, seminar dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-60 UGM yang mendapat dukungan Fakultas Farmasi UGM dan BEM KM Fakultas Farmasi UGM ini menghadirkan pula pembicara spesialis andrologi, dr Dicky Moch Rizal, SpAnd, AIFM, MKes, ahli farmakoterapi, ProfDjoko Wahyono, S.U., Apt., dan spesialis penyakit dalam, Dr. dr. Wara Kushartanti, M.S.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar