Negara jiran Malaysia mengancam akan mengklaim bahasa nasional Indonesia sebagai bahasa Melayu (bahasa Malaysia). Pemerintah Malaysia akan mengklaim bahasa Indonesia sebagai bahasa Melayu. Karena bahasa Melayu adalah bahasa Malaysia,ujar Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Abdul Azis Harun kepada wartawan di sela-sela helaran "Kemilau Nusantara 2007"di Gedung Sate Bandung.
Ancaman tersebut, katanya, akan dilaksanakan apabila masyarakat dan pemerintah Indonesia masih mempermasalahkan klaim Malaysia terhadap kesenian reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange.
Menurutnya, lagu Rasa Sayange dibuat pada 1907 dan reog Ponorogo jauh lebih tua karena muncul saat bangsa Indonesia belum lahir. Yang ada pada waktu itu, baik Indonesia maupun Malaysia satu rumpun dan disebut Nusantara.
Masyarakat dan pemerintah Malaysia menganggap Indonesia dengan Malaysia adalah bagian dari Nusantara. Munculnya permasalahan ini, karena bangsa Indonesia mempersempit arti Nusantara tersebut, tambahnya.
Sedangkan negara-negara yang masuk ke dalam Nusantara itu, ujarnya, selain Indonesia dan Malaysia, ada Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand bagian selatan. Jadi apabila ada kesenian lagu tradisional Indonesia yang berkembang di Malaysia, hal itu merupakan sesuatu yang wajar, karena kesenian itu dibawa oleh suku-suku di Indonesia ke Malaysia sejak ratusan tahun lalu.
¿Suku-suku di Indonesia datang bersama seni dan budaya tradisional dan dikembangkan di Malaysia. Kami tidak mungkin memisahkan mereka dengan seni budayanya,¿ ujarnya.
Abdul Azis pun menyebutkan, pemerintah Indonesia dan Malaysia telah membicarakan masalah yang saat ini ramai diperbincangkan, seperti seni reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange. Dalam pembicaraan tersebut, katanya, pemerintahMalaysia lebih mengedepankan persatuan Nusantara. Namun secara detailnya, saya tidak tahu hasil dari pembicaraan antara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI dan Menteri KebudayaanMalaysia, paparnya.
Dia pun menyebutkan, kasus kesenian tradisional reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange ni menjadi ramai lebih karena pers Indonesia. Sedangkan pers Malaysia sendiri, tambahnya, tidak terlalu membesar-besarkan masalah tersebut. Pasalnya, kedua kesenian tersebut sudah ada di Malaysia sejak ratusan tahun lalu, yang dibawa orang Indonesia dan kemudian menetap di Malaysia, paparnya.
Ancaman tersebut, katanya, akan dilaksanakan apabila masyarakat dan pemerintah Indonesia masih mempermasalahkan klaim Malaysia terhadap kesenian reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange.
Menurutnya, lagu Rasa Sayange dibuat pada 1907 dan reog Ponorogo jauh lebih tua karena muncul saat bangsa Indonesia belum lahir. Yang ada pada waktu itu, baik Indonesia maupun Malaysia satu rumpun dan disebut Nusantara.
Masyarakat dan pemerintah Malaysia menganggap Indonesia dengan Malaysia adalah bagian dari Nusantara. Munculnya permasalahan ini, karena bangsa Indonesia mempersempit arti Nusantara tersebut, tambahnya.
Sedangkan negara-negara yang masuk ke dalam Nusantara itu, ujarnya, selain Indonesia dan Malaysia, ada Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand bagian selatan. Jadi apabila ada kesenian lagu tradisional Indonesia yang berkembang di Malaysia, hal itu merupakan sesuatu yang wajar, karena kesenian itu dibawa oleh suku-suku di Indonesia ke Malaysia sejak ratusan tahun lalu.
¿Suku-suku di Indonesia datang bersama seni dan budaya tradisional dan dikembangkan di Malaysia. Kami tidak mungkin memisahkan mereka dengan seni budayanya,¿ ujarnya.
Abdul Azis pun menyebutkan, pemerintah Indonesia dan Malaysia telah membicarakan masalah yang saat ini ramai diperbincangkan, seperti seni reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange. Dalam pembicaraan tersebut, katanya, pemerintahMalaysia lebih mengedepankan persatuan Nusantara. Namun secara detailnya, saya tidak tahu hasil dari pembicaraan antara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI dan Menteri KebudayaanMalaysia, paparnya.
Dia pun menyebutkan, kasus kesenian tradisional reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange ni menjadi ramai lebih karena pers Indonesia. Sedangkan pers Malaysia sendiri, tambahnya, tidak terlalu membesar-besarkan masalah tersebut. Pasalnya, kedua kesenian tersebut sudah ada di Malaysia sejak ratusan tahun lalu, yang dibawa orang Indonesia dan kemudian menetap di Malaysia, paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar